Desa Sepang

Dadong Sidri, salah satu lansia yang tinggal di sebuah gubuk tua di wilayah Banjar Dinas Sepang, Desa Sepang ini menjalani hari-hari sendirian. Sebatangkara. Menghirup sapa dunia selepas surya terbit hingga pamit di ufuk timur.

Usianya tak lagi muda, 90 tahun sudah ia ada mengecap sejarah suka-duka di dunia. Kulitnya yang keriput, helai rambut yang memutih seakan menceritakan semua hal yang ia jalani di usia tua. Terlebih, usianya seperti mengajak fisiknya untuk tak sehat lagi.

Senin sore, pada hari ke sebelas di bulan Mei, matanya berbinar. Ia menerka-nerka beberapa orang laki-laki yang singgah menemuinya. Mendekat, seraya menyapanya. Samar-samar, laki-laki itu membawa sebuah kardus yang diikat rapi. Menjelaskan kedatangannya dan menyerahkan bingkisan itu.

Nampaknya, kondisi Dadong Sidri telah mengundang kepedulian dari rasa kemanusiaan yang dimiliki orang-orang. Salah satu diantaranya, I Putu Agus Sastrawan. Ketua BPD Sepang ini menggandeng donatur, I Komang Subudi Nanjaya untuk menyisihkan sedikit penghasilannya membantu sesama. Meski nama terakhir tak bisa hadir langsung menyerahkan bantuannya, setidaknya hal itu sangat bermakna dalam situasi yang sulit ini. Diiringi langkah kaki Kelian Banjar Dinas dan Ketua Kelompok, bantuan sembako mendarat. Dadong Sidri seolah tersenyum haru dibalik masker merah yang ia kenakan.

Dadong Sidri bukanlah satu-satunya. Di desa ini, tak sedikit lansia tidak mampu yang membutuhkan uluran tangan sesama. Berbagi dimasa sulit, barangkali adalah sebuah tanggungjawab bagi kita yang setapak lebih mampu. Bukan perihal nominal Rupiah, namun tindakan-tindakan kecil saja sebagai bagian dari perhatian kita pada mereka layak untuk dilakukan.

Yang pasti, tak satupun dari kita mengharapkan ada pada situasi seperti hari ini. Berjibaku menghadapi virus tak kasat mata. Mengupayakan segala cara, hanya agar terbebas saja.

Terlepas itu, dilain sisi rasa kepedulian dan kemanusiaan juga menjadi ujian. Menapak jejak untuk bisa mengurangi beban sesama ciptaan-Nya.